Waria adalah sebuah kata yang ditujukan untuk menggambarkan sosok pria dewasa yang berprilaku layaknya seorang perempuan, mereka masih berjenis kelamin laki-laki, meskipun mereka telah memiliki payudara layaknya seorang perempuan dewasa.Waria bukan mahluk baru lagi di negeri ini, mereka sudah lama ada. Waria adalah suatu fenomena yang semakin menjamur di Indonesia.
Kehidupan mereka cenderung hidup bergelamor dan eksklusif/membatasi diri pada komunitasnya saja. Mereka sering terjerumus pada dunia pelacuran dan hal-hal lain yang menurut agama, aturan dan nilai masayarakat menyimpang. Secara fisik memang menggambarkan mereka adalah laki tetapi sifat dan perilaku menggambarkan wanita. Waria terbagi atas dua macam, ada memang yang di perbolehkan, dan ada yang tidak boleh. Yang di perbolehkan adalah yang benar-benar secara kodrat alamiah ia mempunyai dua kelamin (kelamin ganda). Sedangkan waria yang menjamur saat ini adalah waria jejadian. Artinya waria-waria yang kodratnya laki-laki tetapi ia mengobahnya menjadi wanita.
Waria merupakan Kata yang seakan dikenal penuh dengan nilai – nilai yang negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya. Tak jarang kita mendengar, bahkan melihat, bagaimana kehidupan mereka dipenuhi dengan kekerasan, baik fisik maupun psikis. Contohnya, penolakan yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat dan tokoh agama, maupun pandangan negatif yang tak berujung dan tak beralasan dari masyarakat pada umumnya. Pembahasan tentang pro – kontra keberadaan kaum waria di tengah kehidupan masyarakat Indonesia tak ada habisnya. Perdebatan akan penerimaan kaum waria di dalam masyarakat selalu menimbulkan protes dari berbagai kalangan, mulai dari segi agama hingga dari segi budaya. Tak banyak yang benar – benar membuka mata dan mau melihat tentang siapa waria itu dan bagaimana kepribadian mereka sesungguhnya.
Permasalahan sosial yang dihadapi kaum waria di Indonesia termasuk sangat rumit dan kompleks karena berbagai faktor yang kurang mendukung dalam menjalani kehidupannya secara wajar baik yang diakibatkan oleh faktor intern sendiri seperti hidup menyendiri/hanya terbatas pada komunitasnya juga karena faktor ekstern seperti pendidikan terbatas, kemiskinan, ketidaktrampilan, diskriminasi baik dikalangan masyarakat umum maupun oleh keluarganya sendiri. Dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh kaum waria tersebut membuat mereka cenderung terjerumus pada hal-hal yang menyimpang seperti jadi pelacur, pengemis, pengangguran dan lainnya. Akibat dari perilakunya tersebut berdampak pada masalah kesehatan/penyakit fisik, dan kehidupan sosial, seperti penyakit kelamin, kulit, HIV/AIDS, narkoba dan penyakit menular lainnya. Sedangkan secara sosial mereka terkucikan/didiskriminasi dari masyarakat maupun keluarganya sendiri, mengganggu ketertiban umum, pemalas dan lain-lainnya .
Media tak jarang memberitakan tentang waria. Sayangnya, pemberitaan tersebut tak pernah lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan, pelecehan, dan seksualitas. Seolah – olah tak ada sedikit pun hal yang bisa dibanggakan oleh seorang waria berkaitan dengan faktor-faktor di luar jenis kelaminnya, seperti intelektualitas, potensi, bakat, prestasi, dan lain sebagainya. Pada sisi lain keberadaan Waria bagi sebagian masyarakat Indonesia masih dipandang sebagai bentuk penyimpangan perilaku (deviant behavior) menurut kacamata masyarakat yang menggunakan ukuran normal dan tidak normal serta lazim dan tidak lazim dan ukuran-ukuran sejenis lainnya. Menurut Faiz (2004) teori tentang waria yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu teori bawaan, hasil didikan lingkungan, konsumsi beberapa zat kimia dan terdapat bukti tentang sejumlah polutan yang memberikan efek sama. Teori yang semakin sering dibicarakan dan diyakini kebenarannya saat ini adalah teori bawaan, yakni sehubungan dengan kondisi hormonal dan otak janin dalam kandungan.
Disamping teori bawaan juga ada teori hasil didikan lingkungan. Dalam hal ini peneliti akan mencoba mengungkap proses seorang pria menjadi waria yang merupakan hasil didikan lingkungan berdasarkan teori pembelajaran sosial menurut
Bandura (1977). Social Learning Theory menjelaskan bahwa perilaku manusia melalui pendekatan dalam arti sebuah interaksi yang berkelanjutan dan seimbang antara kognitif, behavioural, dan faktor-faktor utama lingkungan.
Ada tiga faktor penyebab seseorang menjadi waria yaitu :
1. Biogenik
Seseorang menjadi waria disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor biologis atau jasmaniah, dimana yang bersangkutan menjadi waria dipengaruhi oleh lebih dominannya hormon seksual perempuan dan merupakan faktor genetik seseorang. Selain itu, neuron yang ada di waria sama dengan neuron yang dimiliki perempuan. Dominannya neuron dan hormon seksual perempuan mempengaruhi pola perilaku seseorang menjadi feminim dan berperilaku perempuan.
2. Psikogenik
Seseorang menjadi waria juga ada yang disebabkan oleh faktor psikologis, dimana pada masa kecilnya, anak laki-laki menghadapi permasalahan psikologis yang tidak menyenangkan baik dengan orang tua, jenis kelamin yang lain, frustasi hetereseksual, adanya iklim keluarga yang tidak harmonis yang mempengaruhi perkembangan psikologis anak maupun keinginan orang tua memiliki anak perempuan namun kenyataannya anaknya adalah seorang laki-laki.
Kondisi tersebut, telah menyebabkan perlakuan atau pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan dan telah membentuk perilaku laki-laki menjadi feminim bahkan kewanitaan.
3. Sosiogenik
a. Keadaan lingkungan sosial yang kurang kondusif akan mendorong adanya penyimpangan perilaku seksual. Berbagai stigma dan pengasingan masyarakat terhadap komunitas waria memposisikan diri waria membentuk atau berkelompok dengan komunitasnya. Kondisi tersebut ikut mendorong para waria untuk bergabung dalam komunitasnya dan semakin matang menjadi seorang waria baik dalam perilaku maupun orientasi sexualnya.
b. Dalam beberapa kasus, sulitnya mencari pekerjaan bagi para lelaki tertentu di kota besar menyebabkan mereka mengubah penampilan menjadi waria hanya untuk mencari nafkah dan atau yang lama kelamaan menjadi permanen.
c. Pada keluarga tertentu, kesalahan pola asuh yang diterapkan oleh keluarga terhadap anggota keluarganya terutama yang dialami oleh anak laki-lakinya dimasa kecil. Seperti keinginan orang tua memiliki anak perempuan, sehingga ada sikap dan perilaku orang tua yang mempersepsikan anak lelakinya sebagai anak perempuan dengan memberikan pakaian anak perempuan, maupun mendandani anak laki-lakinya layaknya seperti anak perempuan.
Dari berbagai gambaran penyebab seseorang menjadi waria. Ada dua besaran permasalahan pelayanan sosial terhadap waria yaitu permasalahan yang bersifat internal dan eksternal.
1. Permasalahan Internal.
a. Merasa tidak jelas identitas dan kepribadiannya mengakibatkan waria berada dalam posisi kebingungan, canggung, tingkah laku berlebihan, dampak lainnya adalah semakin sulitnya mencari pekerjaan, menjadi depresi bahkan bunuh diri.
b. Merasa terasing, dan merasa ditolak mengakibatkan para waria meninggalkan rumah, frustasi, kesepian, mencari pelarian yang seringkali makin merugikan dirinya.
c. Merasa ditolak dan didiskriminasi mengakibatkan permasalahan terutama dalam kehidupan sosial, pendidikan, akses pekerjaan baik formal maupun informal. Implikasinya adalah banyak waria merasa kesulitan memperoleh pekerjaan, pendidikan, maupun terhambat dalam proses interaksi sosial.
2. Permasalahan eksternal
a. Permasalahan keluarga.
Dalam konteks integrasi dengan keluarga, para waria seringkali dianggap sebagai aib dan mendatangkan kesialan dalam keluarga sehingga banyak diantara mereka tidak mengakui, mengucilkan, membuang, menolak, mencemooh dan bahkan mengasingkan. Selain itu, juga keluarga menutup/ menarik diri dari masyarakat.
b. Permasalahan masyarakat.
Para waria dan komunitasnya dianggap sebagai sosok yang melakukan penyimpangan yang banyak menimbulkan masalah di lingkungan masyarakat. Terutama dari segi permasalahan seksual yang dapat mempercepat penyebaran IMS (Infeksi Menular Seksual) dan HIV/AIDS.
Subjek menjadi waria karena proses pembelajaran sosial dan bukan merupakan proses bawaan. Sehingga keinginan untuk kembali normal sangat
mungkin, asalkan subjek harus meningkatkan rasa percaya diri, tidak ragu-ragu dan
konsisten untuk terus berusaha mengatasi hambatan-hambatan yang dialami untuk
kembali normal dan berdoa serta berserah diri kepada Tuhan agar mengabulkan harapannya.
Berbicara masalah waria, sesungguhnya tidak berasalan kalau dikatakan karena mereka lebih banyak memiliki hormon kewanitaan meskipun ada beberapa orang diantara mereka yang lebih banyak memiliki hormon kewanitaan memilih untuk ganti kelamin menjadi perempuan, dan ini jauh lebih baik daripada bertahan hidup sebagai waria.
Jadi sesungguhnya hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melibatkan kelompok masyarakat, tokoh agama untuk membina mereka supaya kembali ke asalnya dan menciptakan peluang kerja dan bukan justru sebaliknya memfasilitasi mereka untuk semakin berkembang sebagai mahluk waria.
Kalaupun seandainya mereka sulit untuk dibina dan kembali ke kodratnya, berikan mereka kesempatan untuk mengganti jenis kelamin, karena itu yang lebih baik meski itu pilihan yang juga sulit diterima orang banyak, tapi itu jauh lebih baik daripa hidup separoh lelaki dan separoh wanita.Masyarakat hendaknya mengetahui bahwa waria dibedakan menjadi dua, yaitu proses terjadinya seorang waria karena faktor jenetis atau bawaan sejak lahir dan proses terjadinya seorang waria karena faktor pengaruh dari lingkungan atau pembelajaran sosial. Dengan demikian diharapkan agar masyarakat tidak lagi memandang waria sebagai sampah masyarakat, tetapi sebaliknya dapat menempatkan waria sebagai manusia yang mempunyai hak asasi yang sama seperti masyarakat. Kehidupan mereka sudah cukup berat dengan adanya berbagai tindak diskriminasi yang mereka terima setiap hari sehingga tak perlu lah kita tambahi dengan pernyataan tak benar yang akan semakin membebani mereka. Seperti manusia pada umumnya, mereka pun memiliki keinginan, harapan, dan kebutuhan akan kehidupan yang merdeka dan tentram.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)